Anak-anak meminjam koleksi di TBM Al- Iqra |
Ditinjau dari berbagai sisi, walau agak berbeda dalam perumusan difinisinya, sebenarnya TBM itu sama saja dengan perpustakaan, khususnya perpustakaan umum. Perlu diketahui, bahwa perpustakaan itu merupakan disiplin ilmu tersendiri. Dengan demikian segala sesuatu yang senada dengannya tentulah mengikuti atau berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku pada perpustakaan. Kaidah-kaidah di sini misalnya pada sistem dan teknik pengelolaan koleksi/bahan pustaka/bahan bacaan, sistem dan teknik manajemen operasional, dan hal-hal lain yang berkaitan.
Perpustakaan dibedakan menjadi dua [2], yaitu perpustakaan umum dan perpustakaan khusus. Perbedaan itu pada dasarnya di dasarkan atas pihak penyelengga dan sasaran penggunanya. Pihak penyelenggara misalnya pemerintah, masyarakat, instansi pemerintah dan instansi tertentu. Pemerintah [misalnya pemerintah kabupaten] menyelenggarakan perpustakaan yang diperuntukan seluruh masyarakat, tanpa membedakan jenis dan status masyarakat, maka perpustakaan yang diselenggarakan disebut 'Perpustakaan Umum.'
Bila Dinas Kesehatan, Dinas pertanian, Perguruan Tinggi, Dinas Pendidikan, lembaga sekolah, dan lainnya yang menyelenggarakan perpustakaan, namun sasarannya khusus di lingkungan masing-masing, maka perpustakaan yang diselenggarakan disebut 'Perpustakaan Khusus.' Koleksi/bahan pustaka/bahan bacaan yang tersedia pada perpustakaan khusus tentulah secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai.
Lalu bagaimana dengan TBM? Istilah TBM lahir di kalangan pendidikan Nonformal. Jadi sebutan itu sekedar untuk membedakannya dengan sebutan perpustakaan. Dengan demikian, pada prinsifnya tidak ada perbedaan antara TBM dengan perpustakaan. Sedangkan posisi TBM lebih tepat sebagai perpustakaan umum. Mengapa? Karena dari nama TBM dan sasaran penggunanya adalah untuk masyarakat umum. Tidak khusus untuk PAUD, tidak khusus untuk warga Kesetaraan dan tidak pula khusus untuk warga Keaksaraan.
Berkait dengan tujuan yang hendak dicapai oleh TBM, yaitu guna mewujudkan masyarakat berpengetahuan, berketrampilan, berbudaya maju, mandiri, dan beradab * [Program Taman Bacaan Masyarakat Penguatan Minat Baca, Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional 2010] maka dalam penyelenggaraan suatu TBM [perpustakaan], dari sisi konsep keilmuan [teori] tentulah perlu memenuhi syarat standar yang telah ditentukan.
Namun demikian di lapangan sering muncul adanya saran kebijakan yang kontradiktif yang tanpa dipahami sebenarnya telah memposisikan TBM pada tempat yang kurang terhormat. Di sini pihak tertentu sering menyarankan dengan kalimat yang sebenarnya merendahkan eksistensi TBM atau perpustakaan. Contoh dari kalimat yang bernada merendahkan TBM/perpustakaan dimaksud diantaranya:
1. TBM/perpustakaan cukup di letakkan di sudut-sudut ruang/kelas;
2. Bahan bacaan/koleksi/buku cukup dengan yang bekas-bekas;
3. TBM tidak perlu dikelola secara ruwet, yang penting ada, dan kalimat-kalimat lain yang sejenis.
Dengan saran kebijakan dan terlebih dengan adanya dana bantuan hibah atau blockgrant, maka TBM atau perpustakaan pun memang tumbuh menjamur. Untuk beberapa saat lamanya, yaitu setelah diresmikan, TBM/perpustakaan dikunjungi oleh sebagian warga masyarakat yang nampaknya memiliki minat baca yang cukup tinggi, namun, setelah itu, banyak bukti di lapangan menunjukkan banyak TBM yang tinggal nama dan tutup, tak langgeng. @ hendra D-Al-Iqra